Jumat, 24 April 2015

Sepenggal Kisah Tentangnya

Sebuah kafe yang aku kunjung ini cukup membuatku nyaman akan keadaan sekarang. Hujan yang biasanya membuatku nyaman kali ini terasa menyiksa, dingin yang begitu terasa sampai ketulang membuatku rindu pada sosok lelaki itu. Pikiranku entah kemana, mencoba menerawang akan sosok laki-laki itu. Sudah seminggu ini wajahnya selalu berputar-putar di kepala. Kenalkan dia Fajar, pria yang identik dengan kacamata. Daya tarik tersendiri, dan dia berhasil membuatku nyaman.

Aku nana, nama yang begitu menggambarkan seorang yang lugu, kalem, tapi aku bukan seorang gadis seperti itu. Yap, aku gadis blak-blakan, suka humor, suka petualang. Dan aku mencintai sosok yang menurutku si kutu buku. Aku masih menerawang, menatap hujan yang tak kunjung berhenti. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh laki-laki berbaju putih, celana jeas hitam dengan ikat kepala berwarna coklat tua.
"Mau pesan apa mbak?"
Emm aku terkejut setengah mati, wajah Fajar pun hilang seketika.
"Emm kopi hitam deh pesen satu ya mas"  balasku manis
Aku suka kopi hitam setelah kenal dan mendalami Fajar, lagi lagi aku kembali dengan sejuta kenangan yang pernah tercipta bersamanya. Hujan yang begitu deras memaksa ku untuk memeluk tubuh mungil ini. Suasana begitu romantis,

Hey pria berkacamata, apa kamu merasakan hal yang sama denganku, Aku rindu sosok sepertimu.

Selalu terbesit dalam pikiranku untuk berdoa berharap kamu mengamininya. Mungkin sudah berjuta-juta kali namamu selaluku sebut.  "Aku sedang menikmati hujan yang begitu romantis, kali ini aku menikmati sendiri tanpamu, kamu kemana?apa kamu baik-baik saja?semoga kamu selalu tau arah jalan pulang".

Dua menit berlalu, pelayan itu datang lagi untuk memberiku secangkir kopi hitam dan sepotong kue berhiasan cream lembut bertabur keju.
"Ini mbak silahkan dinikmati" laki-laki itu tersenyum manis dengan lesung pipi dibagian kanan pipinya.
"Terimakasih mas, tapi... Aku tadi tidak memesan roti cantik ini"
"Itu spesial buat anda" pelayan itu kembali tersenyum, menunjukkan gigi yang berjajar rapi.
Aku bingung soal ini, ahh sudahlah bukankah ini rizeki buatku. Perut begitu keroncongan, ku lahab roti ini, mulut ku bergoyang merasakan begitu manis dan lembut roti ini. Kopi masih sangat panas untuk dinikmati, kepulan asap dengan aroma khas dari kopi begitu merayu. Bisa-bisanya aku melukiskan wajahnya di dalam kopi ini. Terlalu gila akan sosok Fajar.

Hujan berganti gerimis manis, kuaduk kopiku, ku sruput perlahan, ku cium aroma khasnya. Aku menghadirkan mu lagi, membayangkan kamu duduk di depanku, kita menikmati kopi hitam ini bersama, canda tawa pasti ada. Semoga ini bukan hanya ilusi semata tapi sebuah rencana yang suatu saat akan terwujud.

Kafe yang tadinya sepi kini pun tampak orang silih berganti keluar masuk. Ternyata jam menunjukkan pukul 21:05. Sudah terlalu malam, gerimis ini menyisakan tanda untuk hari ini, bahwa aku masih saja merindukanmu. Kopi yang tadinya mengepul kini sudah hampir dingin. Aku masih ingin berlama-lama di sini, menunggu kamu datang menjemputku, memberikan jaketmu untuk kukenakan. Aku kedinginan, aku membutuhkanmu kali ini. Sudahlah aku hanya bisa mengucapkan tanpa bisa mewujudkan. Biarkan malam ini aku kembali dengan sederet cerita yang harus kembali aku renungi apakan masih pantas untuk aku perjungkan.

Kopi sudah tinggal ampas. Menyisakan sepenggal cerita tersendiri tentangmu, kamu yang saat ini sedang memperjuangkan orang lain. Aku cukup bahagia.

Menerawang menjadi hal wajib ketika sebuah pertemuan hanya terlihat semu dan tak pasti. Karena ini sudah cukup untuk membuatku nyaman akan keadaan seperti ini.

Ratna Dyah Dwi Islamiati | 24-04-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar