Langit begitu merayu, menandakan sebuah ketidakpastian alam. Matahari begitu malas, dia belum menampakkan batang hidungnya. Lembaran kisah cinta yang selalu aku ceritakan kini terkuak kembali. Dengan suasana santai, langit yang tidak pasti, matahari yang belum bertamu.
Hey selamat pagi, suasana di jogja begitu merayuku untuk kembali bercerita tentangmu. Karena cintalah, kupersembahkan kepadamu. Kamu sudah sangat mengerti apa yang ada dipikiran. Yap betul selalu tentangmu. Sajak panjang tentang cinta – sepanjang perjalanan yang masih setia menunggumu.
Cinta yang lahir dari lautan kata-kata, perasaan, pikiran, dan hasratku yang sederhana. Menggambarkan betapa kuat hati ini untuk tetap tinggal. Entah ini diluar dari kemampuanku, tapi buktinya aku masih tetap setia menunggu. Bukankan menunggu adalah hal yang paling membosankan. Di luar perhitungan dan rekayasa yang tak bisa kuhindarkan. Aku masih tetap menunggu, aku masih berdiri kokoh dengan tangan yang selalu setia merangkulmu.
Seperti cahaya matahari melintasi cakrawala, menembus bayang- bayang rahasia. Cintaku memang seperti itu adanya yang selalu penuh tanya. "Sampai kapan aku menunggu?" pertanyaan yang kerap kali muncul tapi aku abaikan, karena aku belum tau pasti jawaban yang benar akan pertanyaan itu.
Seperti cahaya bulan, tiba-tiba padam. Ini cinta yang mempunyai batas menunggunya sendiri, suatu saat aku akan membawa pergi perasaan yang sudah lama basi akibat kamu diamkan terlalu lama. Hati ini akan mencoba berpijak ke tempat yang lebih bisa menghargai perasaan .
Seperti angin yang terus memainkan cuaca, menderu di tengah kegelapan semesta, berpusar di tengah abstraksi waktu, dan mengendap di kediaman batu. Ya, ini cinta yang hanya bisa menunggu dalam diam, perasaan yang lama-kelaman akan beku dengan sendirinya. Otak sudah mulai memberontak, menayangkan kejadian nyata yang memang berhak dilihat oleh hati. "Apa masih pantas untuk ditunggu?".
Gerimis pun berderai, kata-kata mengurai. Seperti air mata yang mengalir deras melewati gunungan pipi. Air mata yang selalu aku hadirkan dalam renungan, tentang cinta yang begitu egois menyita semua perhatianku. Pengembaraan hidup dan kehidupan akan segera mengakhiri bila memang pantas untuk diakhiri.
*****
Terinspirasi dari kutipan puisi (Kahlil Gibran)
Ratna Dyah Dwi Islamiati | 26-04-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar