Kamis, 28 Mei 2015

"Apa Aku Bahagia ?"

Harum aroma tanah yang terbasahi oleh rintikan air hujan masih terasa pagi ini. Embuh pagi masih terjaga oleh masanya. Langit tak selalu biru, kali ini langit tampak lungkrah merasakan begitu tuanya ia masih bersedia menjadi atap yang paling kokoh untuk umat-Nya diseluruh belahan dunia. Ayam meminta belas kasih pada pemilik rumah untuk memberinya beberapa butir beras. Udara terhirup lagi oleh hidung, kenikmatan yang luar biasa masih bisa merasakannya. Kembali dengan sejuta rutinitas membuatku lelah pada situasi yang mendesak. Kita memang tidak mampu kompromi pada kenyataan. Maka, sediakan waktu barang satu menit untuk merenung.

Kembali merenung tentang hati yang masih sesak. Entahlah, aku tak mengerti apa yang dimau oleh hati. Aku kembali menyelaraskan hati dan pikiran. Sudah aku coba berkali-kali, namun belum bisa. Terbesit sebuah pertanyaan "Apa aku sekarang bahagia?". Begitu tabu untuk kembali menjawabnya. Aku tidak ingin mencari tau jawaban itu, cukup berteman baik dengan ketenangan. Setidaknya aku sudah meraba soal jawab itu, dan memang seharusnya aku sendiri dari jawaban itu.

Untuk remaja seusiaku kerap sekali merasakan ditinggikan oleh perasaan. Dan akhirnya hanya dijatuhkan oleh perasaan. Itu sebenarnya usia kalian masih perlu beradaptasi soal perasaan. Aku tau kalian memang mempunyai hak untuk mencintai lawan jenis, tetapi mencintai diri sendiri adalah kewajiban yang mutlak kamu jalan untuk sebuah kebahagian.

Jika anda tau sebenarnya kebahagiaan itu tercipta dari dirimu terlebih dahulu. Bahagia adalah milikku, tanamkan dalam hati. Jangan gantungkan asa pada manusia, karena mereka kerap kali mengecewakan. Gantungkan sejuta harapan pada-Nya, pasti kamu tau bahagia yang sederhana itu seperti apa. Bilamana anda sedang jatuh karna perasaan berpikirlah untuk tidak menyalahan. Memang sulit, tapi nyakinilah kelak kita akan disatukan dengan seseorang yang sama-sama menghargai perasaan.

Pelajaran yang terambil dari hati yang dikecewakan begitu layak untuk direnungkan kembali. Tidak ada yang sia-sia dari cinta yang pernah dijalani, setidaknya kita bisa mengerti apa arti memiliki bahkan memberi. Mungkin ketika kita pernah merasakan dijatuhkan oleh perasaan ketika perasaan itu sedang tinggi-tingginya merajut harapan, disitulah kalian akan mengerti arti memiliki yang sebenarnya.

Kalian pernah dengar tentang argumen "Aku bahagia, jika kamu bahagia".  Argumen yang begitu memaksa menurutku, Ya, memaksa untuk bahagia. Itu menurutku merupakan bentuk kebohongan yang berwujud kata pasrah, hanya diperhalus sedikit. Setidaknya kalian pasti memiliki rasa cemburu ketika orang yang kita sayang bersama orang lain. Kerap kali ketika kalian melihat orang yang disayang bersendau gurau dengan pasangan barunya, hanya argumen tersebut yang dapat menenangkan kembali hati, tapi dalam jangka sesaat. Seharusnya kata itu pantas diucapkan ketika hati sudah berhasil mengikhlaskan, jangan hanya cuma dimulut tapi dihati. Jangan mengucapkan argumen itu, untuk orang yang belum bisa menata hati, sama halnya anda sedang berbohong pada diri sendiri. Anda perlu tau sesuatu yang dipaksakan tidak selamanya berjalan dengan baik. 

Jangan paksakan jika dia tidak benar-benar mencintai. Kita memang mempunyai hak untuk mencintai seseorang, tapi kalian harus sadar bahwa orang itu juga memiliki hak yang sama dengan kita. Mamaksakan mencintai mungkin sama halnya dengan berpura-pura mencintai. Bukankah berpura-pura adalah hal yang menyakitkan ketika kamu mengetahuinya. Jika kalian pernah mengalami ini, terus berjalan kedapan memang menjadi hal mutlak yang harus dilakukan. Hidup memang terus berjalan, tanpa anda sapakati dengan kenyataan. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri, menyalahkan keadaan, yang sebenarnya mereka semua datang untuk mengajarkan.

Caraku bahagia adalah ketika aku tersenyum dengan mata berbinar, dengan senyum lepas menandakan sudah ada kesepakatan dengan hati. Bahagia ku sederhana ketika kata tak terucap, tetapi teraminkan oleh hati. Bahagia ku adalah ciptaanku. Bahagia ku mampu membantu bertahan ketika rasa terabaikan. Karena aku yang membuat bahagia itu menjadi nyata.

Ratna dyah dwi islamiati | 28-05-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar